Rabu, 10 September 2014

Kisah Perjuangan Seorang Ibu

Ini adalah makanan yang tidak bisa dibeli dengan uang. Kisah ini adalah kisah nyata sebuah keluarga yang sangat miskin, yang memiliki seorang anak laki-laki. Ayahnya sudah meninggal dunia, tinggalah ibu dan anak laki-lakinya untuk saling menopang. Ibunya bersusah payah seorang membesarkan anaknya, saat itu kampung tersebut belum memiliki listrik. Saat membaca buku, sang anak tersebut diterangi sinar lampu minyak, sedangkan ibunya dengan penuh kasih menjahitkan baju untuk sang anak. Saat memasuki musim gugur, sang anak memasuki sekolah menengah atas. Tetapi justru saat itulah ibunya menderita penyakit rematik yang parah sehingga tidak bisa lagi bekerja disawah. Saat itu setiap bulannya murid-murid diharuskan membawa tiga puluh kg beras untuk dibawa kekantin sekolah. Sang anak mengerti bahwa ibuya tidak mungkin bisa memberikan tiga puluh kg beras tersebut. Dan kemudian berkata kepada ibunya: " Ma, saya mau berhenti sekolah dan membantu mama bekerja disawah". Ibunya mengelus kepala anaknya dan berkata : "Kamu memiliki niat seperti itu mama sudah senang sekali tetapi kamu harus tetap sekolah. Jangan khawatir, kalau mama sudah melahirkan kamu, pasti bisa merawat dan menjaga kamu. Cepatlah pergi daftarkan kesekolah nanti berasnya mama yang akan bawa kesana". Karena sang anak tetap bersikeras tidak mau mendaftarkan kesekolah, mamanya menampar sang anak tersebut. Dan ini adalah pertama kalinya sang anak ini dipukul oleh mamanya. Sang anak akhirnya pergi juga kesekolah. Sang ibunya terus berpikir dan merenung dalam hati sambil melihat bayangan anaknya yang pergi menjauh. Tak berapa lama, dengan terpincang-pincang dan nafas tergesa-gesa Ibunya datang kekantin sekolah dan menurunkan sekantong beras dari bahunya. pengawas yang bertanggung jawab menimbang beras dan membuka kantongnya dan mengambil segenggam beras lalu menimbangnya dan berkata : " Kalian para wali murid selalu suka mengambil keuntungan kecil, kalian lihat, disini isinya campuran beras dan gabah. Jadi kalian kira kantin saya ini tempat penampungan beras campuran". Sang ibu ini pun malu dan berkali-kali meminta maaf kepada ibu pengawas tersebut. Awal Bulan berikutnya ibu memikul sekantong beras dan masuk kedalam kantin. Ibu pengawas seperti biasanya mengambil sekantong beras dari kantong tersebut dan melihat. Masih dengan alis yang mengerut dan berkata: "Masih dengan beras yang sama". Pengawas itupun berpikir, apakah kemarin itu dia belum berpesan dengan Ibu ini dan kemudian berkata : "Tak perduli beras apapun yang Ibu berikan kami akan terima tapi jenisnya harus dipisah jangan dicampur bersama, kalau tidak maka beras yang dimasak tidak bisa matang sempurna. Selanjutnya kalau begini lagi, maka saya tidak bisa menerimanya" . Sang ibu sedikit takut dan berkata : "Ibu pengawas, beras dirumah kami semuanya seperti ini jadi bagaimana? Pengawas itu pun tidak mau tahu dan berkata : "Ibu punya berapa hektar tanah sehingga bisa menanam bermacam- macam jenis beras". Menerima pertanyaan seperti itu sang ibu tersebut akhirnya tidak berani berkata apa-apa lagi. Awal bulan ketiga, sang ibu datang kembali kesekolah. Sang pengawas kembali marah besar dengan kata-kata kasar dan berkata: "Kamu sebagai mama kenapa begitu keras kepala, kenapa masih tetap membawa beras yang sama. Bawa pulang saja berasmu itu !". Dengan berlinang air mata sang ibu pun berlutut di depan pengawas tersebut dan berkata: "Maafkan saya bu, sebenarnya beras ini saya dapat dari mengemis". Setelah mendengar kata sang ibu, pengawas itu kaget dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sang ibu tersebut akhirnya duduk diatas lantai, menggulung celananya dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan membengkak. Sang ibu tersebut menghapus air mata dan berkata: "Saya menderita rematik stadium terakhir, bahkan untuk berjalan pun susah, apalagi untuk bercocok tanam. Anakku sangat mengerti kondisiku dan mau berhenti sekolah untuk membantuku bekerja disawah. Tapi saya melarang dan menyuruhnya bersekolah lagi." Selama ini dia tidak memberi tahu sanak saudaranya yang ada dikampung sebelah. Lebih-lebih takut melukai harga diri anaknya. Setiap hari pagi-pagi buta dengan kantong kosong dan bantuan tongkat pergi kekampung sebelah untuk mengemis. Sampai hari sudah gelap pelan-pelan kembali kekampung sendiri. Sampai pada awal bulan semua beras yang terkumpul diserahkan kesekolah. Pada saat sang ibu bercerita, secara tidak sadar air mata Pengawas itupun mulai mengalir, kemudian mengangkat ibu tersebut dari lantai dan berkata: "Bu sekarang saya akan melapor kepada kepala sekolah, supaya bisa diberikan sumbangan untuk keluarga ibu." Sang ibu buru- buru menolak dan berkata: "Jangan, kalau anakku tahu ibunya pergi mengemis untuk sekolah anaknya, maka itu akan menghancurkan harga dirinya. Dan itu akan mengganggu sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan hati ibu pengawas, tetapi tolong ibu bisa menjaga rahasia ini." Akhirnya masalah ini diketahui juga oleh kepala sekolah. Secara diam- diam kepala sekolah membebaskan biaya sekolah dan biaya hidup anak tersebut selama tiga tahun. Setelah Tiga tahun kemudian, sang anak tersebut lulus masuk ke perguruan tinggi qing hua dengan nilai 627 point. Dihari perpisahan sekolah, kepala sekolah sengaja mengundang ibu dari anak ini duduk diatas tempat duduk utama. Ibu ini merasa aneh, begitu banyak murid yang mendapat nilai tinggi, tetapi mengapa hanya ibu ini yang diundang. Yang lebih aneh lagi disana masih terdapat tiga kantong beras. Pengawas sekolah tersebut akhirnya maju kedepan dan menceritakan kisah sang ibu ini yang mengemis beras demi anaknya bersekolah. Kepala sekolah pun menunjukkan tiga kantong beras itu dengan penuh haru dan berkata : "Inilah sang ibu dalam cerita tadi." Dan mempersilakan sang ibu tersebut yang sangat luar biasa untuk naik keatas mimbar. Anak dari sang ibu tersebut dengan ragu-ragu melihat kebelakang dan melihat gurunya menuntun mamanya berjalan keatas mimbar. Sang ibu dan sang anakpun saling bertatapan. Pandangan mama yang hangat dan lembut kepada anaknya. Akhirnya sang anak pun memeluk dan merangkul erat mamanya dan berkata: "Oh Mamaku...... ......... ... Inti dari Cerita ini adalah: Pepatah mengatakan: "Kasih ibu sepanjang masa, sepanjang jaman dan sepanjang kenangan" Inilah kasih seorang mama yang terus dan terus memberi kepada anaknya tak mengharapkan kembali dari sang anak. Hati mulia seorang mama demi menghidupi sang anak berkerja tak kenal lelah dengan satu harapan sang anak mendapatkan kebahagian serta sukses dimasa depannya. Mulai sekarang, katakanlah kepada mama dimanapun mama kita berada dengan satu kalimat: " Terimakasih Mama.. Aku Mencintaimu, Aku Mengasihimu. .. selamanya". - See more at: http://katakatasmsyoko.blogspot.com/2013/10/kumpulan-cerpen-tetang-ibu-kasih-sayang.html#sthash.RQ5vTqfm.dpuf

Ibu Maafkan Aku

Aku adalah mahasiswa baru yang baru setahun masuk dan sekarang lagi ada Ujian Semester. Aku yang selalu hidup bersantai santai dan mulai jarang pulang ke rumah bermain dengan teman sampai tak kenal waktu sehingga membuat ibu selalu cemas dan khawatir. Hidupku saat ini sungguh seperti anak muda jaman sekarang banget. Ibu hanya dianggap sepele seperti pembantu saja. Berangkat kuliah pulang malam, hari libur tidak ada di rumah kelayapan kesana kemari tanpa tujuan yang jelas. Yah begitulah…

Kemuadian, di siang yang cerah saat di ruang kampus aku duduk termenung sendiri menunggu mata kuliah berikutnya. Tiba-tiba datang seseorang mengagetkan aku dengan membawa kabar duka, yaitu Dewi teman sekelasku sekaligus tetangga ku juga. “Rama.. Rama.. Ibumu.. Ibumu..” Berbicara dengan nafas yang tersenggal-senggal karena habis berlarian menghapiriku. “Iya.. iya.. ada apa dengan ibu ku?” Tanyaku bingung dan khawatir. “Itu.. Ibumu kecelakaan..” “Apa…? yang benar kamu Wi?” Tanyaku terkejut. “Iya beneran, Barusan aku ditelpon Ibuku di rumah suruh ngasih kabar ke kamu!” “Apa..” Mataku terbelalak mendengar itu.

Bagai petir yang menyambar pohon yang rapuh, dah pohon itu pun tumbang. Seperti itulah perasaananku saat itu, tak karuan bingung harus melakukan apa dan tanpa pikir panjang lagi ku dengan secepat kilat pulang menuju rumah tak peduli walau itu masih ada jam kuliah yang harus aku ikuti karena adanya Ujian Semester.

Setelah ku berlari dari kampus yang tak jauh dari rumah dan akhirnya sampai, dan di rumah kulihat banyak orang berkumpul di rumah ku, sehingga membuat ku khawatir dan tak tenang. Ku berhenti sejenak dan mulai berpikir negatif akan apa yang terjadi pada ibu ku, seakan ku kehilangan sesuatu yang berharga di dunia ini, dan mulai ku melangkah perlahan lahaan untuk memastikan bahwa itu tidak benar, tapi sebelum sampai masuk rumah dan mengetahui apa yang terjadi sebenarnya, tubuh ini serasa ringan tapi begitu berat untuk ku terus melangkah, dan mendengar suara samar samar orang yang lagi berbicara tapi setelah itu sudah tak terdengar lagi seakan ku mulai terputus dengan dunia ini.

Setelah beberapa menit aku pingsan tepat di depan rumah dan dibawa masuk oleh warga, ku mulai sadarkan diri lagi dan melihat Dewi di samping ku menemaniku dari tadi. “Aku dimana ini?” Tanya ku pada Dewi. “Di rumah mu Rama, di kamarmu ini..” jawab Dewi lirih. “Oh iya, dimana ibuku? Gimana kadaan Ibuku? Aku harus menemuinya!” sambil berdiri dan menuju pintu, tapi secepat aku berdiri secepat pula Dewi meraih tangan ku dan menarikku untuk duduk dan menenangkan diri dulu, tapi karena aku sudah sangat khawatir akan keadaan Ibu aku tetap memaksa untuk keluar kamar dan menemuinya, dan saat ku membuka pintu kulihat sesosok tubuh yang di balut oleh kafan putih dan tertutupi oleh selendang batik, sontak aku langsung membuka penutup itu dan… Aku pun tak sadarkan diri lagi setelah melihat wajah Ibunya yang sudah tak bernyawa lagi. Di waktu yang sama Ayah ku juga baru sampai rumah yang juga tergesa-gesa pulang mendengar kabar duka tersebut, karena tempat kerja Ayah ku jauh jadi agak lama untuk menuju ke rumah, sedangkan aku di bawa masuk lagi ke kamar karena belum sadarkan diri juga.

Di saat aku pingsan pemakamanpun mulai dilanjutkan lagi, karena Ayah sudah datang beserta sanak keluarga yang sudah menunggu dari tadi, dan karena sudah dimandikan sebelumnya jadi tinggal untuk di sholatkan dan segera untuk dimakamkan.

Kali ini pingsan ku lebih lama dibandingkan yang pertama tadi, ku baru sadar kembali setelah beberapa jam setelah kejadian itu. Saat itu pemakaman sudah kelar semua dan warga sekitar beserta saudara sedang mengadakan tahlilan untuk Ibuku, karena sudah tradisi di desa ini, apabila ada orang yang meninggal akan ada tahlilan atau selamatan bagi si almarhun.

Setelah ku tersadar, ku coba untuk duduk dan merenungkan apa yang sudah menimpa ku hari ini, ku benar benar kehilangan seseorang yang paling berharga di dunia ini, seseorang yang selalu ada di setiap jalan hidup ku sampai saat ini, yang selalu sabar dengan semua tingkah lakuku yang sering menyusahkannya dan sekarang sudah tiada.
Ku sedih dan meneteskan air mata yang sebelumnya tak pernah ku lakukan karena ada masalah, tapi ini benar-benar meremukkan hati dan jiwa raga ini. Tiba-tiba ku mendengar suara lirih untuk menguatkan aku. “Rama.. kamu yang sabar yah, semua ini pasti ada hikmahnya.. jadi janganlah kamu menyesali semua ini, semua yang hidup pasti akan mati dan kembali ke Rabbnya..” bujuk Dewi agar ku sedikit tenang, tapi ku masih termenug dan terdiam menyesali semua ini. “Dewi apakah ini hukuman bagiku karena telah menyusahkan dan mengecewakan Ibuku?” Tanya ku sambil menahan air mata yang tak kunjung berhenti ini. “Hm.. Jangan berpikiran beitu Rama, mungkin ini sedah takdir Ibumu dan cobaan bagimu Rama.. jadi tetep bersabarlah..”. “Tapi mengapa harus Ibuku..?” Dengan ekspresi tidak terima dengan semua ini. “Tenaglah Rama.. Sabar..” Dewi mencoba menenankan ku. “Sabar bagaimana.. Melihat Ibuku yang tidak salah apa-apa harus mengalami kejadiaan ini.. Mengapa Dew.. Mengapa? Tolong Dew, Citakan pada ku kejadiannya, ku ingin tahu..” pintaku ke Dewi untuk mengetahui kenapa sampai ini terjadi.

Dan akhirnya Dewi pun menceritakannya, “Begini Rama.. kau tahu hari ini hari apa?.. ini adalah hari ulang tahunmu kan.. Mungkin tidak begitu banyak orang yang mengetahuinya, tapi Ibumu selalu mengingatnya Rama..”. “Trus apa hubungannya dengan kejadian ini?” tanyaku penasaran. “Tadi ku sempat dengar cerita dari ibuku.. Ibumu tadi pagi begitu semangat untuk merayakan Ultahmu, Ibumu ke luar rumah untuk ke pasar membeli bahan-bahan buat nasi kuning kesukaanmu, pas di jalan ibuku bertemu dengan Ibumu dan meyapanya tapi saking senang dan semangtnya sampai sampai tak mendengar sapaan ibuku pagi tadi, padahal biasanya Ibumu selalu menyahutnya apabila ada yang menyapanya tapi kali ini memang sungguh aneh.. tapi pada akhirnya Ibumu dan Ibuku jalan bersama untuk ke pasar dan mengobrol. Dan Ibuku sempat bertanya pada Ibumu “Bu.. tumben nih hari beda dari biasanya.. lebih bagaimana gitu?” Tanya Ibu Dewi. “Beda gimana Ibu? Biasa saja ini.. Cuman saya lagi senang saja karena ini hari Ultah anakku, tadi pagi sebelum berangkat kuliah dia ingin minta di bikinin Nasi Kuning kesukaanya Bu..” jawab Ibuku. “Oh begitu ya Bu.. Ada-ada saja Rama itu.. (Sambil tersenyum) .. Ada yang bisa saya bantu Bu?” “Oh trima kasih Bu… tapi saya bisa tangani sendiri kok Bu..”. “Oh begitu ya Bu..”. Kemudian mereka pun pulang bersama karena bahan yang di beli serasa sudah cukup.”

Sesampainya dirumah Ibumu langsung masuk rumah dan mulai memasak, tapi tak tahu kenapa Ibumu keluar lagi dengan tergesa-gesa. “Lho Bu mau kemana lagi..?” Tanya Ibu Dewi yaag baru mau masuk rumah. “Itu ada yang kurang Bu, ini mau balik lagi ke pasar beli bahan yang kurang itu..” jawab Ibuku sambil tersenyum. Dan tiba-tiba terjadilah tragedi itu. “CIIITTT… BRUUAAKKK…” Suara mobil yang oleng, dan pada saat itu Ibu mu yang baru saja keluar rumah lalu mulai berjalan di tabrak oleh mobil yang oleng tadi, penyebabnya karena mobil itu bannya pecah.. kejadiaanya sangat cepat jadi Ibuku tak sempat memperhatikan itu.. dan yang sangat disesalkan Ibuku saat itu adalah Ibumu tak sempat di selamatkan karena pendarahan yang cukup parah di kepala sehingga meniggal di tempat..”.

Setelah mendengar kejadian itu ku mulai menangis lagi dan lebih parah sebelumnya, tangisan ini lebih berat dan menyakitkan hati sampai air mata ini tak dapat lagi di keluarkan. Dan saat itu pulalah ku berdoa dan meminta serta berjanji pada Allah dalam hati.. “Ya Allah.. maafkan lah hambamu ini, ampunilah dosa hambamu ini yang selalu mengecawakan dan menyusahkan Ibu hambamu ini.. Aku berjanji akan menjadi anak yang lebih baik lagi, lebih berbakti lagi kepada Ibu Ya Allah, Hambamu mohon janganlah Engkau ambil Ibu, kembalikan Ibu Ya Allah..”
Tiba-tiba ku mendengar suara yang cukup keras tepat di telingaku, sehingga membuatku terkejut kaget mendengarnya. Dan akhirnya aku terbangun dan tersadar bahwa aku sedang dibangunkan oleh Dosen yang galak, karena aku tertidur dan tak bangun di atas bangku. Sontak ku bangun dan terdiam karena di omeli Dosen tersebut, dan setelah itu Ujian Semester di lanjutkan lagi. Tapi ada perasaanku yang masih mengganjal di pikiranku, tapi masih begitu samar-samar karena masih kaget karena suara Dosen tadi yang cetar membahana itu.

Dan akhirnya Ujian selesai dan ku ketemu dewi saat keluar kelas, saat itulah tiba-tiba saja air mata ku menetes entah kenapa dan mulai mengingat mimpi yang seperti kenyataan itu tadi. Dan akupun segera pulang untuk memastikan mimpi itu benar atau salah. Dan sesampainya di rumah aku benar-benar bersyukur melihat ibuku masih sehat-sehat saja sedang memasak di dapur, kemudian ku peluk Ibu dan meminta maaf padanya karena kelakuanku akhir-akhir ini.

Mimpi itu benar-benar jadi pelajaran buat ku bahwa Ibu adalah seseorang yang sangat berharga dan tak tergantikan oleh apapun. Mulai saat itu aku merubah gaya hidupku yang berantakan dan terkesan ugal-ugalan menjadi lebih baik.
- See more at: http://katakatasmsyoko.blogspot.com/2013/10/kumpulan-cerpen-tetang-ibu-kasih-sayang.html#sthash.RQ5vTqfm.dpuf